Bolang Jakarta Bagian I : Kota Tua, Museum Fatahillah

December 13, 2016


                Gak kerasa, semester 5 dikit lagi habis. Start di bulan Juli, melalui berbagai halang rintangan tugas 16 mata pelajaran (+ 2 BT) sampai akhirnya selesai Jumat,9 desember 2016 yang merupakan hari terakhir dari UAS(ujian akhir semester).  Yeah…the end is near!!! Seluruh kegiatan bekerja  belajar 5 bulan terakhir, membuat level rohani dan jasmani berada di titik nadirnya.

                Jadi, untuk mengembalikannya ke level semula, demi menghadapi semester 6 dan final stage, SBMPTN, saya dan beberapa teman yang terdiri atas Gibran, Tio, Ijal dan Ogy  memutuskan untuk refreshing sejenak. Awalnya sih pingin ke Kinokuniya, namun karena kondisi finansial yang belum menunjukkan titik terang, tujuan kami berpindah jadi jalan-jalan (*ngebolangin) Jakarta aja. Garis besarnya, pingin ke Kota Tua + sekitaran Monas (Jalan Merdeka).


                Sabtu, 10 desember 2016.
                Hari yang ditunggu pun tiba. Berbekal tas hampir kosong yang hanya berisikan sebuah dompet, notebook(literary), dan sebuah pulpen saya pun berangkat tepat jam 7. 45 pagi. Saya berangkat barengan sama Ijal ke smansa dulu, lalu dari smansa bareng sama Tio ke St. Depok Baru. Sampai di stasiun, menunggu sekitar 10-15 menitan, Ogy muncul entah dari mana dengan parasut jaket merah khasnya. Situasi di St. Depok Baru seperti weekend biasanya, mayoritas terdiri dari ibu-ibu pemburu diskon Tanah Abang. Jam digital di hape menunjukkan pukul 8.20, tinggal menunggu satu orang lagi, Gibran. Commuter yang menuju St. Jakarta Kota masih di St. Cilebut, masih lama. Sekitar jam 9.00, akhirnya bisa masuk ke dalam kereta. Karena padatnya kondisi kereta, Gibran baru bisa ditemui setelah melewati St. Gondangdia. Selama di kereta, waktu kami hanya terisi dari pembicaraan sejarah kuno yang hanya sedikit saya mengerti. Tadinya, mau ngomongin Ahok, tapi demi alasan keamanan (takut ada yang ketrigger) kita mengurungkan niat tersebut.

                Sekitar jam 10 lewat dikit, kami sampai di St. Jakarta Kota atau lebih dikenal dengan Stasiun Beos. Udara panas laut Jakarta Utara yang khas langsung menyergap badan seketika setelah keluar dari stasiun. Tujuan pertama kami, Kota Tua, dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki sekitar 100 meter kurang dari pintu sebelah utara stasiun. Setelah melewati antrian bus gratis dan para pedagang jalanan, menyebrang jalan, akhirnya sampai juga. Selamat datang di Kota Tua!


                Memasuki wilayah kota tua, pemandangan eksotis mulai terasa dari bangunan-bangunan tua nan kokoh peninggalan Belanda yang dibangun sekitar abad ke-19 dan 20. Di tengah alun-alun kota, banyak terdapat para turis menyewa sepeda ontel yang berharga 20 ribu/ 30 menit. Di setiap samping kota tua, terdapat bangunan tua sarat nilai , diantaranya : Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa, Museum Bahari, Museum Wayang, Café Batavia dan Kantor Pos Batavia. Kota Tua sendiri selain dari gedung-gedung tersebut juga terdapat banyak seniman yang mewarnai tubuhnya sendiri menyerupai sosok-sosok pahlawan untuk laki-lakinya dan seniman perempuan yang merias tubuhnya menyerupai noni-noni Belanda. Seniman jenis lain juga terdapat, seperti yang dapat menggambar silhouette turis hanya dengan sekali lihat, ondel-ondel, seniman yang bisa terbang hanya bertumpu dengan satu tangan(I know your secret mueheh) dan lainnya. 

Bersyukur tidak terlalu ramai

Meriam

Anjer...bocah topi merah



Fotografer kita

Pose tangan favorit

Sepeda sewaan


                Melihat gedungnya yang paling megah dan yang paling terkenal, Museum Fatahillah pun menjadi gedung pertama yang kami masuki. Gedung Museum Fatahillah atau yang dikenal juga dengan Museum Sejarah Jakarta pada masa lalu merupakan Balai Kota Batavia VOC  yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn.  Di gedung ini, berbagai proses peradilan hingga eksekusi bagi para terdakwa dilakukan. Sehingga tak heran bila pada saat pertama kita memasuki gedung ini, kita akan disambut dengan patung-patung yang memperlihatkan prosesi pemenggalan dan penggantungan kepala manusia yang pernah terjadi saat itu. Untuk masuk ke museum ini kami harus membeli tiket. Ada 3 kategori tiket : dewasa Rp5000, mahasiswa Rp3000, dan pelajar Rp2000. Setelah membayar tiket mahasiswa ( L / amien), sampailah kita di dalam gedung tersebut.

Fatahillah tampak depan, cuaca berawan
               
                Dari pintu masuk lantai 1, kami disambut dengan patung yang menggambarkan hukuman gantung pada masa pemerintahan Belanda. Memasuki bagian sebelah kiri, memasuki ruangan dengan lukisan besar mahakarya bapak Sujdojdono yang menggambarkan tentang perang besar yang pernah terjadi di depan Stadhius(stadhius bahasa Belandanya Balkot). Di ruangan ini juga terdapat etalase dua jenis senjata yang dimiliki Tuan Rumah. Apa mungkin satunya untuk berburu binatang dan satunya berburu(membunuh) inlander?(senjata khusus inlander kwk) Lanjut jalan sebelah kiri, terdapat minatur gedung berkubah seperti sebuah masjid yang ternyata maket gereja zaman belanda. Sampai ke pojok kiri gedung, kami berbelok arah ke arah Barat. Ada sebuah foto orang Belanda yang paling saya ingat di buku sejarah : Jean Pieter Z Coen. Lanjut belok arah ke Selatan, ada semacam diaroma penyerangan Keraton Jayakarta yang begitu realistik dan menakjubkan. Terus berjalan lurus, terdapat sebuah meriam dengan arsitektur naga, sebuah mimbar, relief (saya lupa relief apa), baju eropa abad-17 serta replika kapal Portugis yang digunakan untuk berdagang.

Karya Sudjodjono

Maket Gereja

J.P. Coen

Diaroma Perang Keraton Jayakarta

Kapal dagang Portugis
              

Memotret luar museum






Baju Eropa abad-17


                Naik ke lantai 2, kita akan melihat beberapa benda perabotan rumah abad-17 yang didesain oleh Raffles. Beberapa perabotan itu antaranya meja, kursi, brankas/lemari dll. Di bagian kanan lantai 2 ini, terdapat sebuah ruangan cukup besar dengan meja makan yang cukup besar pula di dalamnya. Yang membuat saya penasaran adalah di ruang ini pula, ada sebuah patung Yunani tertancap di Timur ruangan. Di bagian kiri lantai 2, terdapat kamar tidur lengkap dengan ranjang dari rotannya yang masih sangat kuat. Hal bersejarah lainnya adalah sebuah lukisan yang juga bisa kita lihat pada dinding atas pintu masuk museum yang menggambarkan tentang keadilan. Selanjutnya, pada beberapa titik di dalam dan diluar bangunan ini juga terdapat meriam-meriam dan guci-guci antik yang masih dipertahankan keberadaannya.

Perabotan abad-17

Lukisan Keadilan

Siapa ini?


                Puas dengan dalam gedung, kami berjalan ke halaman belakang museum fatahillah. Di sana terdapat taman yang dapat dipakai untuk sekedar ngobrol santai. Para penjual kuliner Betawi tradisional seperti kerak telor dan es selendang mayang juga terdapat di halaman belakang ini. Kalo kerak telor sih, udah tau, di Setu Babakan juga ada. Nah, tapi es selendang mayang ini yang agak susah didapetin. Saya berkesempatan mencicipinya dengan menyisihkan Rp7000. Huhh… menyegarkan mulut untuk sesaat ditengah suhu 29C.


Beli es selendang mayang


Istirahat sesaat

                Selain dari taman, juga terdapat beberapa penjara bawah tanah yang bisa dibilang sadis, terutama penjara untuk wanitanya. Terdapat genangan air yang berada di penjara wanita. Penjara wanita ini pun sangat kecil dan sempit dengan ukuran hanya 6x 9 meter. Katanya, para tahanan di dalam nya dibiarkan begitu saja tanpa diberi makanan dan minuman, sebagian dari tahanan ini meninggal sebelum adanya proses persidangan. Tahanan yang sempat merasakan dinginnya penjara wanita ini, dikabarkan pahlawan wanita dari Aceh, Cut Nyak Dhien. Beralih ke penjara pria, kondisi sedikit lebih manusiawi(relative terhadap penjara tadi). Di dalam penjara ini, terdapat bola-bola berat yang dulu digunakan untuk mengikat kaki para tahanan agar tidak melarikan diri.
Ke women's prison
Penjara wanita
Tampak luar dari dalam penjara laki

Bola besi guna mencegah tahanan kabur 

                Waktu telah berlalu cukup lama di Museum Fatahillah. Jam menunjuk pukul 11.30. Dengan segenap rasa puas, setelah buang air di toilet dekat pintu keluar, akhirnya kita keluar dari museum tersebut. Saatnya menuju museum seni rupa!
Bersambung….

Source :
https://www.facebook.com/profile.php?id=100011072685525&ref=ts&fref=ts
https://www.facebook.com/arditio.riski?ref=ts&fref=ts

               
                 

                

No comments: